Pendahuluan
Bab "Frequent Misbehaviours and Irregular Payments" memberikan kerangka komprehensif untuk memahami berbagai bentuk penyimpangan etika dalam bisnis. Dengan mengutip filsuf Jerman Robert Spaemann [1], bab ini menekankan bahwa "hidup yang benar, hidup yang baik, berarti pertama-tama dan terutama mengatur prioritas seseorang ke dalam hierarki yang benar". Pendekatan ini menegaskan bahwa keunggulan bisnis harus didasarkan pada fondasi etika yang kuat.
Bagan 1: Matriks Jenis-Jenis Keadilan
2.1 Tabel Keadilan
graph TD
A[Keadilan] --> B[Komutatif]
A --> C[Distributif]
A --> D[Umum / Legal]
A --> E[Restoratif]
A --> F[Retributif / Korektif]
2.2 Tabel Komutatif
graph TD
A[Komutatif] --> B[Hubungan antar individu/kelompok]
A --> C[Keseimbangan dalam pertukaran kontrak]
A --> D[Membayar harga wajar, menepati janji]
2.3 Tabel Distributif
graph TD
A[Distributif] --> B[Individu dalam komunitas/organisasi]
A --> C[Pembagian beban & manfaat yang adil]
A --> D[Sistem kompensasi & promosi yang adil]
2.4 Tabel Umum/Legal
graph TD
A[Umum / Legal] --> B[Masyarakat secara keseluruhan]
A --> C[Kesejahteraan & kebaikan bersama]
A --> D[Mematuhi hukum, membayar pajak, CSR]
2.5 Tabel Restoratif
graph TD
A[Restoratif] --> B[Merespons pelanggaran]
A --> C[Memperbaiki kerusakan]
A --> D[Restitusi, kompensasi, permintaan maaf]
2.6 Tabel Retributif/Korektif
graph TD
A[Retributif / Korektif] --> B[Merespons pelanggaran]
A --> C[Pemberian hukuman proporsional]
A --> D[Denda, pemecatan, hukuman penjara]
Struktur dan Kerangka Konseptual
Bab ini terstruktur dalam dua bagian utama: Bagian A membahas Misbehaviours in Business and Finance dan Bagian B membahas Irregular Payments in Business.
Dua Pilar Etika Bisnis
Keadilan dipahami melalui lensa definisi klasik Ulpian [4]: "Keadilan adalah kehendak yang konstan dan abadi untuk memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya". Pemahaman kontemporer tentang keadilan mencakup berbagai teori yang didukung oleh pendekatan filosofis yang berbeda [3].
Kejujuran didefinisikan lebih dari sekadar "tidak berbohong". Konsep loyalty sebagai kebajikan, dikembangkan oleh Melé [5], menekankan bahwa loyalitas sejati melibatkan penjagaan kata-kata seseorang dan melayani penyebab baik yang telah dijanjikan.
Analisis Perilaku Salah dalam Bisnis
Kontrak Bisnis dan Pelanggarannya
Kontrak merupakan elemen essential dalam kehidupan bisnis, dan studi hukum membahasnya secara ekstensif [6]. Validitas kontrak secara etis memerlukan empat kondisi: kapasitas untuk berkontrak, persetujuan yang adil, objek yang sah, dan sebab yang sah.
Penyalahgunaan dan Penipuan
Penyalahgunaan (Misappropriation) terdiri dari perampasan properti atau dana orang lain tanpa kehendak mereka yang wajar. Penipuan (Fraud) adalah bentuk penyalahgunaan dengan penipuan. Ostas [7] memberikan analisis mendalam tentang poin ini, sementara Comer [7] membahas penipuan korporat secara khusus.
Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual
Pelanggaran rahasia dagang dari perspektif hukum mempertimbangkan sejumlah faktor untuk menentukan apakah informasi tertentu dapat memenuhi syarat sebagai rahasia dagang [9]. Marsnik [10] memberikan detail lebih lanjut tentang perlindungan hukum rahasia dagang.
Kontroversi khusus muncul dalam paten farmasi, di mana hak untuk hidup, secara moral, didahulukan atas hak properti yang dipatenkan. De George [8], Werhane dan Gorman [8], Brennan dan Baines [8], serta Byrne et al. [8] memberikan informasi lebih lanjut tentang kontroversi ini.
Insider Trading
Insider trading mencakup perdagangan saham atau sekuritas lainnya menggunakan informasi internal yang belum diungkapkan kepada publik [12]. Para ekonom memiliki pandangan berbeda tentang dampaknya:
- Fishman dan Hagerty [13] berargumen bahwa insider trading menghasilkan dua efek buruk bagi daya saing pasar
- Sebaliknya, Manne [14] dan Leland [14] tidak setuju dengan distorsi tersebut
Argumentasi etika terhadap insider trading dikembangkan oleh Werhane [15], Moore [15], Baker dan Edelman [15], Snoeyenbos dan Smith [15], serta Engelen dan Liedekerke [15].
Bagan 2: Peta Konsep Perilaku Salah dalam Bisnis
Struktur Utama Perilaku Salah
graph TD
A[Perilaku Salah dalam Bisnis] --> B[Bagian A: Misbehaviours]
A --> C[Bagian B: Irregular Payments/ Korupsi]
Misbehaviours (Bagian A)
graph TD
A[Misbehaviours] --> B[Pelanggaran Komitmen]
A --> C[Penyalahgunaan & Penipuan]
A --> D[Penyalahgunaan Aset Tidak Berwujud]
A --> E[Penyalahgunaan Posisi & Kepercayaan]
B --> B1[Pelanggaran Kontrak]
B --> B2[Kebangkrutan yang Curang]
C --> C1[Penipuan Umum]
C --> C2[Pemalsuan]
C --> C3[Penggelapan]
D --> D1[Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual]
D --> D2[Spionase Industri]
D --> D3[Pelanggaran Rahasia Dagang]
E --> E1[Konflik Kepentingan]
E --> E2[Insider Trading]
E --> E3[Moral Hazard]
E --> E4[Penggelapan Pajak]
Irregular Payments/Korupsi (Bagian B)
graph TD
A[Irregular Payments/Korupsi] --> B[Penyuapan]
A --> C[Pemerasan & Pemerasan]
A --> D[Uang Pelicin]
A --> E[Hadiah yang Meragukan]
Moral Hazard
Moral hazard terjadi ketika salah satu pihak, yang terhubung dengan pihak lain dalam perjanjian tertentu, meningkatkan eksposur terhadap risiko atau bertindak tanpa itikad baik karena pihak lain akan menanggung biaya perilaku tersebut.
Kasus terkenal mengenai bailout menyangkut Fannie Mae dan Freddie Mac [17], dua perusahaan yang disponsori pemerintah yang membeli hipotek subprime yang berisiko dari pemberi pinjaman. Perusahaan ini mendukung pemberi pinjaman yang mengunderwrite pinjaman real estat untuk membuat keputusan berisiko dengan ekspektasi bahwa pemerintah akan menanggung biaya dari hasil yang tidak menguntungkan.
Korupsi dan Pembayaran Tidak Wajar
Uang Pelicin dan Analisis Etis
Pembayaran fasilitasi (facilitating payments) dibahas secara mendalam oleh Argandoña [18], yang memberikan wawasan tentang masalah etika yang terlibat. Meskipun praktik ini mungkin umum di beberapa negara dan mungkin ditoleransi oleh otoritas publik, tidak ada argumen etis yang sound untuk membenarkannya.
Melawan Korupsi: Kerangka Hukum
Untuk memerangi korupsi, sejumlah hukum, konvensi internasional, dan dokumen lainnya telah diterbitkan:
- Foreign Corrupt Practices Act di Amerika Serikat (1977)
- OECD Anti-Bribery Convention (1997) - diratifikasi oleh 37 negara
- UN Convention against Corruption (2003) - ditandatangani oleh sekitar 140 negara [19]
Bagan 3: Spektrum Pembayaran Tidak Wajar
graph LR
A[Penyuapan] --> A1[Memberi manfaat untuk
perlakuan tidak adil]
A --> A2[Inisiatif: Pemberi]
A --> A3[Analisis Moral:
Selalu salah]
B[Pemerasan] --> B1[Meminta manfaat secara
tidak sah dengan ancaman]
B --> B2[Inisiatif: Penerima]
B --> B3[Analisis Moral:
Pemeras selalu salah,
Korban dapat dibenarkan
dalam situasi tertentu]
C[Uang Pelicin] --> C1[Pembayaran kecil untuk
mempercepat proses rutin]
C --> C2[Inisiatif: Kedua pihak]
C --> C3[Analisis Moral:
Secara etis tidak dapat dibenarkan]
D[Hadiah & Hiburan] --> D1[Tanda terima kasih
atau hospitalitas]
D --> D2[Inisiatif: Pemberi]
D --> D3[Analisis Moral:
Daerah Abu-Abu]
Studi Kasus
Skandal Siemens: Korupsi Sistematis
Studi kasus Siemens [2] menggambarkan bagaimana korupsi dapat menjadi sistematis dalam organisasi besar. Sumber-sumber termasuk laporan BBC News, Der Spiegel, DW-World, The Guardian, dan analisis oleh ICFAI Center for Management Research.
Temuan kunci dari kasus Siemens:
- Jaringan "akun hitam" dan "dana slush" yang kompleks
- Penggunaan perusahaan shell di wilayah offshore (Dubai, Karibia)
- Pembenaran yang salah bahwa tindakan dilakukan "untuk kepentingan terbaik perusahaan"
- Konsekuensi finansial dan reputasi yang signifikan
Kasus Alberto: Dilema Etika Personal
Kasus Alberto [23] (dengan semua nama fiktif) menggambarkan tekanan etika di tingkat individu dan kegagalan kepemimpinan dalam menangani pemerasan terselubung.
Detail Kasus Alberto
Latar Belakang: Alberto adalah seorang manajer penjualan di sebuah perusahaan multinasional yang beroperasi di Amerika Latin. Dia bertanggung jawab atas penjualan peralatan medis ke rumah sakit pemerintah.
Insiden: Alberto menghadapi situasi dimana seorang pejabat pemerintah secara halus meminta "komisi" untuk memproses pembayaran kontrak yang sudah disepakati. Pejabat tersebut menyiratkan bahwa tanpa pembayaran ini, proses administrasi akan tertunda secara signifikan.
Pilihan 1: Menolak Membayar
Konsekuensi:
- Penundaan pembayaran 3-6 bulan
- Potensi kehilangan kontrak di masa depan
- Tekanan dari atasan untuk menyelesaikan masalah
Pilihan 2: Membayar Komisi
Konsekuensi:
- Pembayaran diproses dalam 2 minggu
- Hubungan baik dengan pejabat
- Melanggar kode etik perusahaan dan hukum anti-suap
Analisis Etika
Dilema yang Dihadapi Alberto:
- Konflik Loyalitas: Antara loyalitas kepada perusahaan vs prinsip etika pribadi
- Tekanan Ekonomi: Kebutuhan memenuhi target penjualan dan menjaga pekerjaan
- Ketidakpastian Hukum: Batasan antara hadiah bisnis dan suap yang tidak jelas
- Budaya Lokal: Praktik yang dianggap "normal" dalam konteks lokal
Kegagalan Kepemimpinan: Atasan Alberto mengetahui situasi ini tetapi tidak memberikan panduan yang jelas, mengindikasikan "jangan tanya, jangan ceritakan" (don't ask, don't tell) sebagai kebijakan tidak tertulis.
Resolusi: Alberto memilih untuk membayar komisi kecil dengan justifikasi bahwa ini adalah "biaya operasional" yang diperlukan dalam lingkungan bisnis tersebut. Dia mendokumentasikan pembayaran sebagai "biaya konsultasi" dalam laporan pengeluaran.
Pelajaran Etika:
- Pemerasan terselubung sering dimulai dengan permintaan kecil yang tampak tidak berbahaya
- Ketidakjelasan kebijakan perusahaan menciptakan ruang untuk perilaku tidak etis
- Tekanan untuk mencapai target dapat mengkompromikan integritas individu
- Pentinya kepemimpinan yang jelas dan saluran pelaporan yang aman
Kasus Korupsi E-KTP: Skandal Nasional Indonesia
Kasus korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (E-KTP) merupakan salah satu skandal korupsi terbesar dalam sejarah Indonesia yang terungkap pada tahun 2017.
Latar Belakang dan Kronologi
2011-2012
Proyek pengadaan E-KTP dengan anggaran Rp 5,9 triliun dilaksanakan oleh Kementerian Dalam Negeri
2017
Kasus terungkap melalui investigasi KPK, menyeret banyak pejabat tinggi
2017-2023
Proses hukum berlangsung, melibatkan mantan ketua DPR, menteri, dan pejabat lainnya
Modus Operandi Korupsi
- Mark-up Anggaran: Penggelembungan nilai proyek dari Rp 4,9 triliun menjadi Rp 5,9 triliun
- Komisi dan Fee Tidak Wajar: Aliran dana kepada pejabat melalui perusahaan perantara
- Kongkalikong dengan Vendor: Kerjasama tidak wajar antara pejabat dengan perusahaan pemenang tender
- Dana Fiktif: Pencairan dana untuk kegiatan yang tidak pernah dilaksanakan
Pihak yang Terlibat
Pejabat Negara
- Setya Novanto (Ketua DPR)
- Irman Gusman (Ketua DPD)
- Anas Urbaningrum (Ketua Partai Demokrat)
- Andi Narogong (Anggota DPR)
Pengusaha & Perantara
- Johannes Marliem (Pengusaha)
- Mindros Rosyid (Direktur PT LEN)
- Perusahaan-perusahaan rekanan
Kerugian Negara
Total kerugian negara mencapai Rp 2,3 triliun yang seharusnya dapat digunakan untuk:
- Pembangunan 115 km jalan nasional
- Pembangunan 23.000 unit rumah sederhana
- Biaya pendidikan 76.000 mahasiswa selama 4 tahun
Analisis Pelanggaran Etika
Bentuk-bentuk Penyimpangan Etika:
- Penyalahgunaan Wewenang: Pejabat menggunakan posisi untuk kepentingan pribadi
- Konflik Kepentingan: Hubungan tidak wajar antara regulator dan vendor
- Pelanggaran Prinsip Kejujuran: Manipulasi data dan laporan proyek
- Pengkhianatan Kepercayaan Publik: Penyimpangan dari mandat yang diberikan rakyat
Dampak Sosial dan Ekonomi:
- Hilangnya kepercayaan publik terhadap institusi pemerintah
- Pemborosan anggaran negara yang berdampak pada pelayanan publik
- Distorsi dalam sistem pengadaan barang/jasa pemerintah
- Memperburuk iklim investasi dan bisnis di Indonesia
Proses Hukum dan Konsekuensi
- Setya Novanto: Divonis 15 tahun penjara dan denda Rp 500 juta
- Irman Gusman: Divonis 15 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar
- Anas Urbaningrum: Divonis 8 tahun penjara dan denda Rp 300 juta
- Pencabutan Hak Politik: Para terpidana kehilangan hak dipilih dan memilih
Pelajaran untuk Tata Kelola Perusahaan
- Sistem Pengawasan yang Kuat: Pentingnya audit internal dan eksternal yang independen
- Transparansi Proses Pengadaan: Sistem e-procurement dan pengawasan masyarakat
- Whistleblower Protection: Perlindungan bagi pelapor ketidakberesan
- Budaya Integritas: Pembangunan karakter etis dari level atas organisasi
- Akuntabilitas Vertikal: Mekanisme pertanggungjawaban yang jelas
Reformasi yang Diperlukan
Kasus E-KTP menyoroti perlunya reformasi sistemik dalam:
- Sistem Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah: Perbaikan mekanisme tender dan evaluasi
- Pengawasan Keuangan Negara: Penguatan peran BPK dan BPKP
- Pendidikan Anti-Korupsi: Integrasi nilai-nilai integritas dalam kurikulum
- Penegakan Hukum yang Konsisten: Tidak pandang bulu dalam penindakan
Kasus Jiwasraya: Kolapsnya Sistem Kepercayaan
Skandal PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang terungkap tahun 2019 menunjukkan bagaimana moral hazard dan penyimpangan governance dapat menghancurkan BUMN yang telah berdiri puluhan tahun.
Ringkasan Kasus
Jiwasraya mengalami gagal bayar produk investasi yang menjanjikan return tinggi kepada nasabah. Investigasi mengungkap praktik investasi tidak sehat, mark-to-market fiktif, dan aliran dana ke pihak tertentu.
Bentuk Pelanggaran
- Window Dressing Laporan Keuangan: Manipulasi nilai investasi
- Investasi Spekulatif: Penempatan dana pada instrumen berisiko tinggi
- Conflict of Interest: Transaksi dengan perusahaan terkait direksi
- Pelanggaran Prinsip Kehati-hatian: Tidak mematuhi ketentuan investasi yang sehat
Dampak
- Kerugian negara mencapai Rp 16,8 triliun
- Ribuan nasabah kehilangan investasi
- Guncangan kepercayaan terhadap industri asuransi
- Intervensi pemerintah melalui skema bailout
Implikasi untuk Manajemen yang Unggul
Membangun Budaya Etika
Penelitian oleh Anand et al. [22] menunjukkan bagaimana korupsi menyebar dalam organisasi melalui proses rasionalisasi dan sosialisasi, dan bagaimana manajemen puncak berfungsi sebagai model peran etis dalam mendorong atau mencegah korupsi.
Argandoña [21] menekankan peran perusahaan individu dalam memerangi korupsi - bisnis dapat dengan mudah menerima dan melanggengkan korupsi dalam organisasi atau sebaliknya, mereka dapat bertindak efisien untuk mencegahnya.
Rekomendasi Strategis
- Kepemimpinan dari atas: Budaya etika ditetapkan dari puncak organisasi
- Sistem yang komprehensif: Lebih dari sekadar kode etik - sistem kepatuhan yang kuat dengan pelatihan, saluran pelaporan, dan penegakan konsekuensi
- Fokus pada pengambilan keputusan etis: Melatih karyawan untuk menavigasi area abu-abu menggunakan kerangka kerja etika
- Perspektif jangka panjang: Mengakui bahwa biaya ketidaketikan jauh melebihi keuntungan jangka pendek
Kesimpulan
Bab ini memberikan kerangka komprehensif untuk memahami dan mengatasi berbagai bentuk penyimpangan etika dalam bisnis. Dengan menggabungkan teori etika, analisis hukum, studi kasus nyata, dan pedoman praktis, bab ini menegaskan bahwa keunggulan bisnis yang berkelanjutan memerlukan fondasi etika yang kuat.
Studi kasus dari Indonesia seperti korupsi E-KTP dan Jiwasraya menunjukkan bahwa prinsip-prinsip etika bisnis bersifat universal dan penerapannya sangat relevan dalam konteks lokal. Mengelola untuk keunggulan manusia berarti menciptakan lingkungan di mana keadilan dan kejujuran dihargai dan dipraktikkan oleh semua, yang pada akhirnya berkontribusi pada kebaikan bersama dan pembangunan masyarakat yang lebih adil.
Daftar Referensi
- Spaemann (1989: 10, 12)
- Various sources on Siemens scandal (2006-2007): BBC News, Der Spiegel, DW-World, The Guardian, ICFAI Center for Management Research, Reuters, Electronic News, Wikipedia
- MacIntyre (1988); Kolm (1996); Scherer (1992)
- Ulpian in Digest of Roman law Corpus Juris (ca 200 CE), Watson (1998)
- Melé (2001)
- Vietzen (2008); Cheeseman (2000)
- Ostas (2018); Comer (1998, 2003)
- Vachani and Smith (2004); De George (2005); Werhane and Gorman (2005); Brennan and Baines (2006); Byrne et al. (2006)
- Marsnik (2018)
- Marsnik (2018)
- Brittain-Catlin (2005)
- Includes various stock-market contracts
- Fishman and Hagerty (1992)
- Manne (1966, 2005); Leland (1992)
- Werhane (1989, 1991); Moore (1990); Baker and Edelman (1999); Snoeyenbos and Smith (2000); Engelen and Liedekerke (2007)
- EU Council Directive 89/592/EEC
- Case of Fannie Mae and Freddie Mac bailout
- Argandoña (2005)
- UN Convention against Corruption with reservations
- transparency.org
- Argandoña (2001, 2003)
- Anand et al. (2005)
- All names fictitious
- Berbagai sumber pemberitaan kasus korupsi E-KTP Indonesia (2017-2023)
- Laporan investigasi KPK dan pengadilan tindak pidana korupsi
- Studi kasus Jiwasraya oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK)